Sekilas
Wajah Partai Politik Indonesia
Oleh
: Rizki Ardian
Satu tahun sudah pemilu
2014 berlalu namun masih mengakar kuat dalam ingatan kita mengenai kisruh
politik yang terjadi, kegaduhan yang terjadi di mahkamah konstitusi menjadi
sorotan utama disemua media Indonesia. Bahkan tidak hanya terjadi di mahkamah
konstitusi, kekisruhan terjadi dibeberapa elemen masyarakat. Perseorangan dan
kelompok yang terlibat saling mencela dan membela terhadap hasil pemunggutan
suara, namun yang paling ramai menjadi sorotan terjadi dipartai pendukung masing
masing pihak terlibat.
Perang dalam mediapun
tidak dapat terhindarkan, banyak media yang dipolitisasi oleh kelompok atau
partai pendukung masing masing dalam mengutarakan pendapatnya terhadap kelompok
yang bersebrangan, yang bahkan dalam
berpendapat belum tentu kebenarannya. Hal
ini menyebabkan hilangnya fungsi media sebagai sumber informasi faktual kepada
masyarakat, bisa dikatakan pendapat pendapat yang keluar di media merupakan
kebohongan publik.
Berbagai macam statement
keluar dari penilaian masyarakat dari
dukungan sampai penolakan terhadap kelompok yang terlibat, bahkan tidak sedikit
bagi kita masyarakat awam merasa kebingungan dalam menilai dan mendukung
kelompok yang berselisih.
Konflikpun akhirnya menghasilkan dua kubu dalam kabinet
pemerintahan, partai partai politik mulai membentangkan layarnya menentukan
arah kapal untuk berlabuh dipemerintahan. Mewarnai perjalanan pemilu Indonesia
kala itu, hitam ataukah putih?.
Menurut
UU No.2 Tahun 2008, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun pada kenyataannya pembelaan mengatas namakan
rakyat hanya menjadi topeng semata tidak lebih untuk kepentingan pribadi dan
golongan. Pembelaan terhadap perdebatan, konflik kepentingan golongan elit, dan
janji janji merebut simpati rakyat telah menjadi makanan sehari hari yang telah
tertanam kuat dalam perut bumi.
Indonesia
sekarang ini mengalami krisis moral pemimpin bangsa. Bagaimana tidak, dimulai
dari pemimpin daerah hingga anggota dewan terlibat kasus korupsi. Menurut data
ICW kasus korupsi di Indonesia mencapai jumlah yang fantastis, tercatat tahun
2010-2013 terjadi terdapat 1.286 kasus korupsi dan semester awal 2014 dan 2015
sebanyak 308 kasus dengan kerugian menurut APH 1,2 triliun dan suap 475,3
miliar. Kemungkinan angka ini akan terus bertambah seiring terungkapnya kasus
korupsi masal di Sumatra dan pelanggaran kerja DPR terhadap PT. Freeport yang
kini kasusnya semakin memanas.
Sudah saatnya partai
politik berpandangan maju, tidak hanya menjadi kendaraan bagi para calonnya
untuk menjabat dipemerintahan, tetapi menjadi seorang petani yang merawat dan
menjaga para calonnya dengan nilai nilai kebangsaan agar menjadi pemimpin
bangsa yang unggul dan berkualitas nantinya. Bukan hal yang mustahil jika
nantinya Indonesia kedepan menjadi Good
goverment. Kepentingan rakyat benar
ditegakan, korupsi bukan lagi menjadi budaya, pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar memajukan negara.